Tembang macapat adalah puisi tradisional Jawa. Macapat berasal dari kata “maca papat
papat” (membacanya empat empat) maksudnya cara membaca terjalin
tiap empat suku kata. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang
disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru
wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang
disebut guru lagu. Macapat diperkirakan muncul pada akhir Majapahit dan
dimulainya pengaruh Walisongo, namun hal ini bisa dikatakan untuk
situasi di Jawa Tengah. Sebab di Jawa Timur dan Bali macapat telah
dikenal sebelum datangnya Islam. Macapat dapat digolongkankan menjadi 11
tembang, yang menggambarkan jalan kehidupan manusia sejak didalam
kandungan ibunda hingga meninggal. Ringkasnya, lirik nada yang diubah
ke dalam berbagai bentuk tembang menceritakan sifat lahir, sifat hidup,
dan sifat mati manusia sebagai sebuah perjalanan yang musti dilalui
setiap insan. Berikut urutan Tembang Macapat:
- Maskumambang, melambangkan embrio yang masih dalam kandungan ibunya, yang belum diketahui laki atau perempuan. Mas, artinya belum diketahui laki atau perempuan, sedangkan Kumambang, menggambarkan hidupnya masih di alam kandungan ibunya.
- Mijil, merupakan ilustrasi awal mula manusia lahir kedunia. Tembang mijil mempunyai sifat asih dan berisi doa atau pangajab.
- Kinanthi, berasal dari kata kanthi atau menuntun, yang artinya dituntun supaya dapat berjalan didunia ini. Tembang Kinanthi mempunyai sifat senang dan asih.
- Sinom, berarti “kanoman” (kemudaan/usia muda), berarti adalah waktu luang pada masa muda untuk menimba ilmu sebanyak banyaknya.
- Asmaradana, menggambarkan masa-masa dirundung asmara. Bisa juga menggambarkan cinta kasih yang diberikan oleh orang tua semasa kita kecil dulu.
- Gambuh, awal kata gambuh adalah jumbuh / bersatu yang artinya komitmen untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga.
- Dhandanggula, menggambarkan seseorang yang berbahagia, apa yang dicita-citakan dapat terlaksana. Terlaksana mempunyai pasangan, mempunyai rumah, kehidupan yang kecukupan untuk keluarganya.
- Durma, berasal dari kata “darma/weweh” (berdarma/memberikan sumbangan). Seseorang yang merasa kecukupan hidupnya kemudian tergugah rasa kasihan kepada sanak saudara yang sedang menderita, makanya tergugah ingin membantu dan memberi pertolongan kepada siapa saja. Semua itu diberikan pertolongan sesuai ajaran agama dan rasa sosialnya kepada sesama.
- Pangkur, Berasal dari kata “mungkur” (mundur) yang berarti telah meninggalkan dan menghindari hawa nafsu yang angkara murka, semua yang dipikirkan senantiasa berkeinginan membantu kepada sesamanya.
- Megatruh, berasal dari kata “megat roh” (melepaskan roh), menggambarkan bahwa manusia itu kelak akan mati, suatu saat roh atau nyawa akan terlepas dari badan jasadnya sebab sudah waktunya kembali ke Yang Maha Kuasa.
- Pocung/Pucung, manakala yang tertinggal hanyalah jasad belaka, dibungkus dalam balutan kain kafan / mori putih, diusung dipanggul laksana raja-raja, itulah prosesi penguburan jasad kita menuju liang lahat, rumah terakhir kita didunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar